Sabtu Pagi yang cerah, 15 Juni 2012, matahari mulai menampakkan diri dan diteruskan ke dalam cendela kamar kos. Sebelum berangkat, bangun dulu dari tempat tidur “ngolet”, kemudian cuci muka dan ganti baju, siap-siap untuk berangkat ke jurusan. Waktu sudah menunjukkan pukul 06.30 WIB, padahal sudah janjian pukul 06.00 WIB. Akan tetapi waktu Indonesia tetap saja di buat “molor”, sekalian menunggu teman-teman hingga pukul 07.00 WIB. Setelah menunggu setengah jam, hanya terkumpul beberapa orang yaitu Erna, Anien, Aris, Citra, Sita, Wim, dan terakhir Albi. Ketujuh orang ini pergi ke Wonorejo dengan membawa peralatan, yaitu binokular Nikon, buku panduan SKJB, Buku catatan lapangan/buku sketsa, alat tulis dan kamera Nikon 200 mm.
Pengamatan awalnya hanya akan dilakukan di tambak depan Wonorejo, di dekat warungnya Bu Rum. Akan tetapi karena kondisi tambak pasang dan warung Bu Rum belum buka, sehingga kami masuk ke dalam wonorejo dengan menggunakan sepeda motor dan mencari tambak yang representatif untuk dilakukan pengamatan. Biasanya titik pengamatan yang representatif adalah daerah petak gajahan dan titihan. Sepanjang jalan menuju lokasi, sepertinya terlihat sedikit perubahan dengan kondisi tambak Wonorejo, yaitu lebih terlihat gersang. Tampaknya kondisi ini terjadi akibat ranting-ranting Avicennia marina yang terdapat di sekitar tambak di potongi oleh pemilik tambak dan di buat “rencek” atau kayu bakar. Selain itu, empat tambak Wonorejo sebelum Petak Gajahan juga di kosongi, sepertinya selesai panen ikan. Sehingga terlihat surut dan terlihat substrat beserta alga yang membentuk hamparan seperti padang rumput di tambak.
Ketika sedang pengamatan seperti ini, jadi ingat suatu pesan dari Bapak Yus Rusila Noor, “coba sekali-kali pengamat burung itu mengamati betul apa yang dilakukan oleh seekor atau satu spesies burung, tidak hanya mencatat jenisnya saja.” Nasehat dan pesan ini seakan-akan terus menhantui untuk dijalankan, karena jika diterapkan di Wonorejo bisa menjadi mungkin dan tidak mungkin. Kemungkinan dilakukan pengamatan satu spesies adalah ketika sedang melakukan Tugas akhir atau thesis. Dan menjadi tidak mungkin sekali jika yang melakukan adalah pengamat muda dan masih baru. Karena dalam tradisi di KSBL Pecuk, pengamat muda adalah belajar mengenal burung dan membedakan burung melalui sketsa. Tapi pengamatan seperti ini, sangat mungkin terjadi jika benar-benar ada kemauan untuk melakukannya. Oleh karena itu, pada waktu pengamatan di Wonorejo, kami berusaha untuk melihat dan menghitung jumlah burung yang kami temui serta hanya sekilas mengamati perilakunya karena jumlahnya sangat banyak dan kemampuan pengamat tidak sama.
Akhirnya sampai juga di Petak Titihan dan Gajahan, dari kejauhan burung-burung ini terlihat warna putih dan coklat, sama sekali tidak menarik jika dibandingkan dengan burung-burung yang ada di gunung. Meskipun demikian, burung air tetap menarik diamati dengan jumlah yang sangat banyak. Pengamatan pertama tertuju di Petak Titihan dengan melihat 13 ekor Titihan Australia atau Australasian Grebe (Tachybaptus novaehollandiae) berenang bersama-sama di tengah tambak. Di sekitarnya, terdapat 69 Blekok sawah atau Javan Pond Heron (Ardeola speciosa) dengan berbagai macam aktifitas, seperti berjemur, mencari makan, berebut makan, bermain dan bahkan hanya berdiam diri seperti patung. Blekok sawah ini ada yang sedang breeding dan ada yang non breeding dengan garis-garis yang terdapat di leher. Aktifitas Blekok sawah tidak berbeda jauh dengan Kuntul atau Egret, Dara laut, dan Gajahan yang jumlahnya begitu banyak. Perbedaannya, jika Blekok hanya ada 1 spesies di Wonorejo dan mudah di bedakan, sedangkan burung yang disebutkan tadi terdiri dari spesies yang berbeda dan harus diamati satu-persatu (seperti pak lek Robin “ mas Bule” dari Skotlandia, yang selalu mengamati dan menghitung burung satu-persatu setiap spesiesnya “nggak ngawur”).
Berdasarkan hasil pengamatan, berikut ini merupakan list yang kami dapatkan
Berbagai jenis burung tersebut melakukan aktifitas yang berbeda-beda. Dara laut yang diamati banyak yang baru saja datang dengan membawa ikan ataupun udang. Sampai di tambak, Dara laut tersebut saling berebut makanan dengan individu yang lain. Manuver yang dilakukan oleh dara laut sangat lincah terlihat sangat menarik perhatian para pengamat. Selain itu, ada pula dara laut yang hanya bermalas-malasan di tambak, seperti berjemur atau meringkuk di sedimen. Dara laut sangat menarik sekali untuk diamati, akan tetapi jenis ini terkadang membingungkan pengamat dalam hal identifikasinya, yaitu ketika bulunya masih dalam fase non-breeding.
Setelah puas pengamatan di petak gajahan, kami melanjutkan ke petak-petak yang lain. Akan tetapi karena petak-petak yang di lewati, tidak terdapat burung sama sekali. Maka kami kembali dan mampir ke warung Bu Rum untuk bersilaturrahim. Seperti biasa, dalam silaturrahim ini kegiatan yang tidak sopan dilakukan adalah pesan menu favorit yaitu es teh, tahu goreng dan petis. Setelah merasa cukup dan kenyang, kami berpamitan dan kembali ke kampus, salam kami kepada beliau, “Suwun Bu Rum, balik rumiyen…”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar