Sabtu, 03 Februari 2018

Aplikasi Mata Pelajaran IPA, Tanamkan Konservasi sejak Dini

Karakter manusia di masa dewasa dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Tingkat kecerdasan manusia yang berbeda menjadi pembentuk karakter manusia yang berbeda pula. Namun, anak yang pintar terkadang belum tentu menghasilkan karakter manusia yang baik. Akan tetapi, manusia yang selalu memperhatikan apa yang diajarkan dan menerapkan dalam kehidupanlah yang menjadi salah satu pembentuk karakter manusia yang cerdas. Oleh karena itu, aplikasi ilmu dalam pendidikan perlu ditekankan agar mampu membentuk manusia-manusia yang cerdas serta berguna bagi lingkungan di sekitarnya.
Salah satu komponen yang ada di lingkungan sekitar kita adalah ekosistem. Berbicara mengenai ekosistem, IPA merupakan mata pelajaran dasar di tingkat SMP/MTs yang mengenalkan tentang ekosistem. Manusia yang termasuk ke dalam sebuah ekosistem ini perlu diwaspadai dan dikendalikan. Sehingga, manusia nanti tidak lagi bertindak sebagai TOP PREDATOR, akan tetapi mampu menjadi KONSERVATOR. Sehingga kelangsungan hidup semua organisme dapat menciptakan ekosistem yang seimbang.
Pengenalan komponen-komponen kehidupan merupakan kunci utama yang dapat menjelaskan kepada manusia bahwa mereka tidak hidup sendiri. Masih ada ratusan juga jenis makhluk hidup yang hidup disekitar mereka. Mulai dari organisme dengan tingkat paling rendah hingga tingkat tertinggi, yaitu manusia.
Semua makhluk hidup saling ketergantungan membentuk suatu ekosistem. Manusia sebagai makhluk omnivora, tentunya dapat memanfaatkan semua jenis makhluk hidup untuk memenuhi kebutuhannya. Seringkali manusia memperbanyak kebutuhannya dan melupakan keseimbangan ekosistem. Pohon-pohon ditebang, untuk membuat bangunan. eksplorasi hutan secara berlebihan, untuk membangun ladang kelapa sawit. Kondisi seperti ini dapat menjadi bukti sebuah teori bahwa semakin tinggi tingkat pertumbuhan populasi manusia, maka semakin meningkat pula tingkat kebutuhannya. Perilaku manusia yang seperti inilah yang dikhawatirkan menjadi perusak keseimbangan ekosistem.
Oleh karena itu, perlu adanya upaya dalam mengendalikan keserakahan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Baik dalam bentuk pengendalian pertumbuhan populasi, maupun pengendalian karakter manusia sebagai bagian dari makhluk hidup. Seperti pada penjelasan di awal, bahwa karakter manusia dapat dibentuk sejak dini. Sehingga melalui dunia pendidikan tingkat SMP/MTs inilah perlu ditekankan megenai pendidikan lingkungan hidup. Sarana yang paling praktis yaitu memulai membentuk karakter dengan penanaman jiwa-jiwa konservasi sejak dini. Konservasi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu keep, save dan use. Ketiga konsep inilah yang nantinya menjadi acuan, bagaimana menanamkan konservasi dalam karakter siswa.
Pada saat kelas VII semester II, siswa mulai dikenalkan dengan pelajaran Biologi (ilmu yang mempelajari tentang lingkungan). Sebagai bentuk konkrit, lingkungan ditunjukkan dengan adanya jenis atau jumlah pohon yang ada di lingkungan sekolah/madrasah. Bagaimanapun juga, manusia tidak dapat lepas dari manfaat sebuah pohon. Sehingga dalam hal ini, pohon dikategorikan sebagai komponen lingkungan yang perlu kita lestarikan.
Selanjutnya, agar semua siswa dapat berpartisipasi dalam melestarikan lingkungan, khususnya pohon maka setiap siswa diinstruksikan untuk menjaga dan merawat sebuah pohon yang ada di rumah masing masing. Namun, agar penilaian terhadap siswa dapat bersifat adil dan merata, maka pihak sekolah dapat mengatur dan memberikan 1 bibit pohon gratis kepada setiap siswa baru kelas VII. Bibit gratis bisa diperoleh melalui kerja sama dengan Dinas Kehutanan propinsi masing-masing.
Sebagai bentuk tanggung jawab (penanawan jiwa konservasi : keep), maka siswa diinstruksikan untuk menanam bibit pohon tersebut di lahan rumah masing-masing, atau bisa ditanam di sekolah (bagi yang tidak mempunyai lahan). Penilaian karakter berupa tanggung jawab ini, dinilai secara berkala dimana siswa dapat merawat dan menjaga bibit tersebut agar tetap tumbuh. Namun, apabila bibit tersebut mati sebagai bentuk tanggung jawab dan rasa cinta terhadap lingkungan maka sudah seharusnya siswa menggantinya dengan bibit baru (menanam kembali).
Proses-proses yang terjadi selama masa perawatan dapat digunakan untuk memunculkan rasa ingin tahu. Analisa yang dilihat dari berbagai macam proses yang ditunjukkan oleh tumbuhan dapat menggali pemikiran siswa untuk berfikir kritis. Selain itu, agar siswa dapat mengetahui keragaman makhluk hidup, maka jenis bibit yang diberikan kepada siswa sebaiknya jenisnya berbeda antara satu siswa dengan siswa yang lain. Selain, dapat memberikan pemahaman dan dapat menghargai keragaman, siswa juga dapat bekerja sama untuk saling berbagi informasi antara satu jenis tumbuhan dan tumbuhan lain.
Pelajaran Biologi dilanjutkan kelas VIII semester I, yang berarti pendidikan lingkungan masih dapat dilanjutkan. Agar siswa dapat memiliki rasa cinta terhadap pohon yang ditanam, maka teruslah guru menjadi faktor pengontrol kelangsungan hidup pohon tersebut agar menjadi pohon dewasa yang mampu memberikan jutaan kehidupan bagi organisme disekitarnya. Salah satu tips, agar siswa benar-benar berharap bahwa pohon yang ditanam akan memberikan kontribusi besar terhadap organisme khususnya bagi yang menanam, maka pilihlah tumbuhan yang dapat memikat polinator dan merupakan tanaman berbuah, seperti pohon mangga, pohon kersen, pohon jambu dan lain sebagainya.
Pohon yang berbuah akan memberikan keuntungan bagi manusia (menerapkan konsep konservasi : use). Rasa ingin tahu juga dapat terjadi ketika masa penyerbukan, perkembangan bunga, dan pembesaran buah. Jika buah sudah matang, maka tiba saatnya siswa dapat berebut untuk panen buah bersama kelelawar atau burung. Setidaknya pada waktu kelas IX, siswa juga akan bertemu mata pelajaran biologi kembali di semester I. Sehingga keberlanjutan program dapat dilaksanakan dan dikontrol dengan baik. Dengan demikian, melalui metode pembelajaran ini siswa dapat betul-betul menjadi agen konservasi muda, setidaknya mereka dapat berperan selama 1-2 tahun selama sekolah di tingkat SMP/MTs.
Bertindak sebagai agen konservasi tidak sulit, namun juga tidak semudah yang diucapkan. Perlu berbagai pemikiran praktis agar metode atau langkah yang dilakukan tidak sia-sia begitu saja. Aplikasi atau metode penerapan ilmu, jauh lebih baik dan efektif dibandingkan dengan metode ceramah 2-3 jam pelajaran. Teori itu penting, karena kita juga membutuhkan dasar untuk bertindak (how to do), sebagaimana orang muslim yang mempunyai pedoman Al Qur'an dan Hadits untuk selalu berbuat kebaikan.  Akan tetapi, penerapan teori/ilmu lebih diutamakan, karena bagaimanapun juga sebuah aksi akan memberikan jutaan manfaat bagi lingkungan sekitar kita.

Tidak ada komentar: