Selasa, 26 Mei 2015

SAPAAN SANG PEMANGSA DI UFUK TIMUR SUMBAWA



Siapa yang mengira bahwa di balik tebing-tebing yang berada di sebelah timur Pulau Sumbawa terdapat hutan lebat? Akses darat yang menguras banyak keringat menjadikan daerah ini jarang dikunjungi oleh manusia. Jalur laut pun setengah mati, karena harus menerjang gelombang dan melawan arus yang begitu kuat. Tebing-tebing bagian timur Pulau Sumbawa masih rapat dihiasi pohon-pohon yang menjulang tinggi. Tumpukan batu-batu heksagonal di Tanjung Maria, deretan mangrove Ndoko, tebing-tebing yang menjulang indah dihiasi air terjun di Nanga Kala dan Rano, itulah keistimewaan Sumbawa bagian timur.

Tim penelitian gabungan yang terdiri Flora Fauna, Geologi, Potensi Bencana dan Sosial Budaya melakukan Ekspedisi di wilayah timur Sumbawa. Sebanyak 21 orang melakukan ekspedisi menuju dengan menggunakan dua perahu nelayan selama 4 jam melalui Selat Sape. Penelitian yang dilaksanakan selama 4 hari ini membuahkan hasil yang luar biasa.  Salah satunya adalah penemuan tim Geologi yang menemukan batu heksagonal yang terdapat di Tanjung Maria. Tim Potensi Bencana menemukan lembah tebing yang dibuka menjadi lahan pertanian di Nanga Kala. Sedangkan tim Sosial Budaya mempelajari tata cara bertani dan nelayan yang tinggal di Nangakala dan Pulau Kelapa. Bagi tim Flora Fauna, Sumbawa bagian timur menyajikan sapaan predator yang begitu gagah.


Gambar 2. Elang-laut Perut-putih (Haliaeetus leucogaster) (fotografer : Jericho)  

Elang-laut perut-putih (Haliaeetus leucogaster), Elang Bondol (Haliastur indus) dan Elang-ular Jari-pendek (Circaetus gallicus) merupakan satwa predator yang setiap hari dijumpai. Ketiga jenis elang ini sangat memanfaatkan tempat yang tinggi semacam tebing ataupun pohon besar yang digunakan untuk bertengger dan mengintai mangsa. Sedangkan makanannya berupa ikan, amfibi, reptil maupun burung kecil (dalam bahasa Bima disebut keri’i). Lokasi yang strategis ditunjukkan pada tebing-tebing yang berderet dari Tanjung Maria hingga Rano. Lokasi ini berbatasan langsung dengan Selat Sape yang dikenal sebagai daerah pusaran arus dan memiliki tingkat keanekaragaman jenis ikan yang melimpah.

Gambar 2. Deretan tebing-tebing di Tanjung Maria (fotografer : Nur Sita Hamzati)

Pembagian teritorial ketiga jenis pemangsa ini sangat tidak jelas. Elang-laut Perut-putih merupakan jenis elang yang berukuran paling besar dibandingkan Elang Bondol dan Elang Ular Jari Pendek. Meskipun belum pernah teramati ketiganya saling menyerang, namun Elang laut perut putih sepertinya menjadi satwa yang paling menguasasi wilayah perairan. Elang Bondol sesekali terbang di wilayah perairan, akan tetapi cenderung mendekati daratan dan padang savana yang terletak di balik tebing. Sedangkan Elang-ular Jari-pendek, dengan perilakunya yang khas yaitu terbang tanpa berpindah tempat dengan mengepakkkan sayap secara stabil diatas padang savana.

Gambar 3. Elang bondol (Haliastur indus) (fotografer : Nur Sita Hamzati)

Perjumpaan ketiga jenis elang ini dimulai pada pukul 08.00 WITA dan teramati masih terbang rendah. Hal ini bisa menjadi petunjuk bahwa lokasi bersarang diasumsikan dekat dengan lokasi ditemukan. Berdasarkan informasi dari masyarakat, salah satu pohon mangrove besar yang terletak di Ndoko pernah dijumpai sarang Elang-laut Perut-putih. Petunjuk lainnya, ada beberapa pohon besar yang terletak di tebing Nanga Kala yang digunakan sebagai lokasi bertengger dan beristirahat.

Gambar 4. Bentang alam Sumbawa bagian timur (fotografer : Nur Sita Hamzati)

Keberadaan hutan alami, yang tersusun atas tebing, pohon-pohon besar merupakan habitat yang cocok untuk kelangsungan hidup predator. Berbagai jenis pohon besar yang terdapat di Nangakala, Ranu, Ndoko dan Tanjung Maria sangat berpotensi digunakan sebagai lokasi bersarang dan bertengger bagi sang pemangsa. Oleh karena itu, perlu adanya konservasi hutan di Sumbawa bagian timur. Dimana habitat ini sangat mendukung kelangsungan hidup ketiga jenis predator di ufuk timur Pulau Sumbawa.


Tidak ada komentar: