Selasa, 26 Mei 2015

Kelestarian Air dan Kaloi, Selamatkan Nusa Tenggara dari Kekeringan



Secara Ekologi, wilayah Nusa Tenggara berada pada lintasan garis Wallacea yang menjadi daerah peralihan antara benua Asia dan Australia. Nusa Tenggara terdiri atas kelompok pulau-pulau yang berukuran sedang sampai kecil. Sebagian besar Nusa Tenggara hanya sedikit atau sudah tidak memiliki hutan, kepadatan penduduk juga tidak besar dengan lahan masih banyak yang belum diolah. Sebagian besar lahannya berupa padang rumput dan perdu dengan pohon yang kepadatannya rendah dan terpencar yang disebut savana. Sehingga hutan aslinya menjadi kering dan terlihat gersang.
Pulau Sumbawa pada umumnya merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Namun ada beberapa sebagian kecil merupakan dataran yang memanjang sepanjang pesisir selatan. Kondisi geografi Pulau Sumbawa merupakan salah satu contoh gambaran kepulauan di Nusa Tenggara. Bentang alam Pulau Sumbawa cukup variatif, mulai dari daerah pesisir, hutan dataran rendah, persawahan, tebing hingga padang rumput savana. Kondisi seperti ini mengakibatkan sumber air  bersifat terbatas. Beberapa sumber air ada yang tersedia hanya pada saat musim penghujan, namun ada pula yang selalu ada meskipn musim kemarau. Di wilayah Bima dan Dompu, ada beberapa titik yang menjadi sumber air dan menjadi kebutuhan vital bagi masyarakat.
Gambar 1. Peta persebaran sumber air di Bima-Dompu (Peta : Alifi Rehanun Nisya)

Berdasarkan hasil ekspedisi NKRI subkorwil 04/Bima pada bulan Februari hingga Juni, ada delapan sumber air yang ditemukan. Masing-masing sumber air memiliki karakteristik dan menjadi sumber kebutuhan utama bagi masyarakat di sekitarnya. Tiga sumber air berupa air terjun yang terletak di Kalate (Co. 9757-2317), Nangakala (Co. 3782-3934), dan Kawinda To’i (Co. 1108-0304). Dua sumber air muncul dari akar pohon, terletak di Madapangga (Co. 6878-6072) dan Lambitu (Co. 9938-5506). Dua sumber air lagi merupakan air dam, yaitu Pelaparado (7621-3475) dan Kadindi (8427-9387). Sepanjang Kabupaten Dompu, sumber air juga banyak di temukan di daerah pesisir, sedangkan yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu di Hodo.
Sumber air yang bersih dan baik, dapat dikaji dengan melihat keberadaan makhluk hidup yang berperan sebagai bioindikator. Salah satu hewan yang memiliki peran penting terhadap kualitas air yaitu naga terbang (dragonfly). Dalam bahasa Bima, naga terbang (dragonfly) dikenal dengan sebutan kaloi. Keberadaan hewan yang bersayap transparan ini bersifat kosmopolit. Namun ada beberapa jenis yang berperan sebagai bioindikator kualitas perairan.
Kaloi berperan sebagai bioindikator air karena seluruh siklus hidupnya tergantung dengan air. Pada saat bertelur, capung betina meletakkan telur-telurnya di sersah atau daun yang menempel di air. Setelah telur menetas berubah menjadi nimfa yang hidup di dalam air. Pada fase nimfa ini, capung bersifat sensitif terhadap pencemaran. Nimfa biasanya ditemukan di balik batu agar tidak terseret aliran air. Selanjutnya pada saat capung dewasa ada beberapa jenis yang masih hidup di sekitar sungai, namun ada beberapa yang singgah di hutan. 

Gambar 2. Siklus hidup kaloi (nimfa – dewasa) (fotografer : Nur Sita Hamzati)

Kualitas perairan tidak hanya ditentukan dengan adanya spesies tertentu, namun keanekaragaman jenis capung juga turut memperkuat kualiatas perairan. Dengan adanya keanekaragaman jenis capung, maka rantai makanan juga akan ikut stabil dan berfungsi sesuai dengan perannya. Sehingga ada beberapa jenis capung yang berperan sebagai predator. Keseimbangan ekosistem pada bidang pertanian, sangat diuntungkan dengan keberadaan capung predator ini. Adanya peran capung predator dapat menyeimbangkan kutu daun dan wereng yang bersifat sebagai hama pada tanaman. Secara kasat mata, capung juga berperan sebagai predator nyamuk.
     
Gambar 3. Keanekaragaman jenis kaloi di Bima-Dompu (fotografer : Nur Sita Hamzati)

Oleh karena itu, untuk menjaga kelestarian kaloi di alam, maka perlu adanya konservasi sumber air. Dalam hal ini, perlu adanya sumbangan dari berbagai elemen untuk menjaga kelestarian sumber air dan kaloi di Bima-Dompu, Nusa Tenggara. Diantaranya, peran dari pemerintah daerah dalam menetapkan peraturan untuk melindungi daerah sumber air. Kedua, para penegak hukum yang senantiasa tegas dalam menjalankan tugas dalam menegakkan peraturan. Kemudian, yang ketiga adalah masyarakat setempat yang berhubungan langsung dengan sumber air. Sudah seharusnya ketiga elemen ini memiliki satu tujuan untuk bersama-sama dalam menjaga kelestarian sumber air dan kaloi.
Adanya pemahaman mengenai pentingnya keberadaan sumber air dan kaloi, maka kawasan Nusa Tenggara dapat terselamatkan dari bencana kekeringan. Sumber air dapat terselamatkan apabila hutan alami masih terjaga dengan baik. Peran dari akar-akar kayu besar merupakan penampung utama air. Dengan demikian, keberadaan sumber air akan tetap lestari dan keanekaragaman jenis kaloi tetap tinggi.

Tidak ada komentar: