Secara Ekologi, wilayah Nusa Tenggara berada pada
lintasan garis Wallacea yang menjadi daerah peralihan antara benua Asia dan
Australia. Nusa Tenggara terdiri atas kelompok pulau-pulau yang berukuran
sedang sampai kecil. Sebagian besar Nusa Tenggara hanya sedikit atau sudah
tidak memiliki hutan, kepadatan penduduk juga tidak besar dengan lahan masih
banyak yang belum diolah. Sebagian besar lahannya berupa padang rumput dan
perdu dengan pohon yang kepadatannya rendah dan terpencar yang disebut savana.
Sehingga hutan aslinya menjadi kering dan terlihat gersang.
Pulau Sumbawa pada umumnya merupakan daerah perbukitan
dan pegunungan. Namun ada beberapa sebagian kecil merupakan dataran yang
memanjang sepanjang pesisir selatan. Kondisi geografi Pulau Sumbawa merupakan
salah satu contoh gambaran kepulauan di Nusa Tenggara. Bentang alam Pulau Sumbawa cukup variatif,
mulai dari daerah pesisir, hutan dataran rendah, persawahan, tebing hingga padang
rumput savana. Kondisi seperti ini mengakibatkan sumber air bersifat terbatas. Beberapa sumber air ada yang tersedia
hanya pada saat musim penghujan, namun ada pula yang selalu ada meskipn musim
kemarau. Di wilayah Bima
dan Dompu, ada beberapa titik yang menjadi sumber air dan menjadi kebutuhan
vital bagi masyarakat.
Gambar
1. Peta persebaran sumber air di Bima-Dompu (Peta : Alifi Rehanun Nisya)
Berdasarkan
hasil ekspedisi NKRI subkorwil 04/Bima pada bulan Februari hingga Juni, ada delapan sumber air yang ditemukan.
Masing-masing sumber air memiliki karakteristik dan menjadi sumber kebutuhan
utama bagi masyarakat di sekitarnya. Tiga sumber air berupa air terjun yang
terletak di Kalate (Co. 9757-2317), Nangakala (Co. 3782-3934), dan Kawinda To’i
(Co. 1108-0304). Dua sumber air muncul dari akar pohon, terletak di Madapangga
(Co. 6878-6072) dan Lambitu (Co. 9938-5506). Dua sumber air lagi merupakan air
dam, yaitu Pelaparado (7621-3475) dan Kadindi (8427-9387). Sepanjang Kabupaten
Dompu, sumber air juga banyak di temukan di daerah pesisir, sedangkan yang
paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu di Hodo.
Sumber
air yang bersih dan baik, dapat dikaji dengan melihat keberadaan makhluk hidup
yang berperan sebagai bioindikator. Salah satu hewan yang memiliki peran
penting terhadap kualitas air yaitu naga terbang (dragonfly). Dalam bahasa Bima, naga terbang (dragonfly) dikenal dengan sebutan kaloi. Keberadaan hewan yang bersayap transparan ini bersifat
kosmopolit. Namun ada beberapa jenis yang berperan sebagai bioindikator kualitas
perairan.
Kaloi berperan sebagai bioindikator air karena seluruh siklus hidupnya tergantung dengan air. Pada saat bertelur, capung betina meletakkan telur-telurnya di sersah atau daun yang menempel di air. Setelah telur menetas berubah menjadi nimfa yang hidup di dalam air. Pada fase nimfa ini, capung bersifat sensitif terhadap pencemaran. Nimfa biasanya ditemukan di balik batu agar tidak terseret aliran air. Selanjutnya pada saat capung dewasa ada beberapa jenis yang masih hidup di sekitar sungai, namun ada beberapa yang singgah di hutan.
Kaloi berperan sebagai bioindikator air karena seluruh siklus hidupnya tergantung dengan air. Pada saat bertelur, capung betina meletakkan telur-telurnya di sersah atau daun yang menempel di air. Setelah telur menetas berubah menjadi nimfa yang hidup di dalam air. Pada fase nimfa ini, capung bersifat sensitif terhadap pencemaran. Nimfa biasanya ditemukan di balik batu agar tidak terseret aliran air. Selanjutnya pada saat capung dewasa ada beberapa jenis yang masih hidup di sekitar sungai, namun ada beberapa yang singgah di hutan.
Gambar
2. Siklus hidup kaloi (nimfa – dewasa) (fotografer : Nur Sita Hamzati)
Kualitas
perairan tidak hanya ditentukan dengan adanya spesies tertentu, namun keanekaragaman
jenis capung juga turut memperkuat kualiatas perairan. Dengan adanya
keanekaragaman jenis capung, maka rantai makanan juga akan ikut stabil dan
berfungsi sesuai dengan perannya. Sehingga ada beberapa jenis capung yang berperan
sebagai predator. Keseimbangan ekosistem pada bidang pertanian, sangat
diuntungkan dengan keberadaan capung predator ini. Adanya peran capung predator
dapat menyeimbangkan kutu daun dan wereng yang bersifat sebagai hama pada
tanaman. Secara kasat mata, capung juga berperan sebagai predator nyamuk.
Gambar
3. Keanekaragaman jenis kaloi di
Bima-Dompu (fotografer : Nur Sita Hamzati)
Oleh
karena itu, untuk menjaga kelestarian kaloi di alam, maka perlu adanya
konservasi sumber air. Dalam hal ini, perlu adanya sumbangan dari berbagai elemen untuk menjaga kelestarian sumber air dan kaloi di Bima-Dompu, Nusa Tenggara. Diantaranya, peran dari pemerintah daerah dalam menetapkan peraturan untuk melindungi daerah sumber air. Kedua, para penegak hukum yang senantiasa tegas dalam menjalankan tugas dalam menegakkan peraturan. Kemudian, yang ketiga adalah masyarakat setempat yang berhubungan langsung dengan sumber air. Sudah seharusnya ketiga elemen ini memiliki satu tujuan untuk bersama-sama dalam menjaga kelestarian sumber air dan kaloi.
Adanya pemahaman mengenai pentingnya keberadaan sumber air dan kaloi, maka kawasan Nusa Tenggara dapat terselamatkan dari bencana kekeringan. Sumber air dapat terselamatkan apabila hutan alami masih terjaga dengan baik. Peran dari akar-akar kayu besar merupakan penampung utama air. Dengan demikian, keberadaan sumber air akan tetap lestari dan keanekaragaman jenis kaloi tetap tinggi.
Adanya pemahaman mengenai pentingnya keberadaan sumber air dan kaloi, maka kawasan Nusa Tenggara dapat terselamatkan dari bencana kekeringan. Sumber air dapat terselamatkan apabila hutan alami masih terjaga dengan baik. Peran dari akar-akar kayu besar merupakan penampung utama air. Dengan demikian, keberadaan sumber air akan tetap lestari dan keanekaragaman jenis kaloi tetap tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar