Senin, 01 Desember 2014

Ini Bukan Masalah Hati, Tapi Tentang Harga Diri Coy

Baru kali ini saya pergi ke toko, dengan tujuan yang gak jelas. Orang kota biasanya menyebut dengan shoping. Tapi, saya tidak mau dibilang kalo saya lagi shoping, lha yo rumongso ra wangun. Karena saya bukan orang kota, maka yang saya lakukan sebenarnya sama dengan kebiasaan ibu-ibu lainnya yang pergi ke pasar untuk belanja bahan makanan dan sabun.

Jadi begini saudara-saudara, perlu anda ketahui bersama bahwa sebenarnya saya ini adalah tomboy (anak perempuan yang sifatnya kelaki-lakian). Saya punya kakak laki-laki, dan yang saya ingat bapak saya adalah guru terbaik saya. Sejak bayi, mungkin saya adalah anak yang disayang-sayang oleh ibu, namun sejak saya punya adik perempuan, saya sering diajak bapak (mergane saya nakali adik). Nah, mungkin sejak saat itu pula, naluri saya sebagai manusia selalu ingin mengikuti apa yang ditunjukkan oleh bapak saya.



Mulai dari umur 3 tahun saya benar-benar diajari oleh bapak saya. Setiap hari, bapak saya saya selalu mengajak saya shalat jama’ah ke masjid. Waktu itu saya belum mempunyai alat shalat, mukena pun tidak memakai. Jadi seketika itu, saya ngedrel (memaksa) minta dibelikan sarung dan peci di Pasar Kliwon. Hahaahaaahaaaa.... Betul itu.! Akhirnya dibelikanlah sebuah sarung kecil dan peci. Pada waktu shalat maghribnya langsung saya pakai. Dengan rasa senang dan PD, saya berdiri di sebelah bapak, yang pada waktu itu menjadi imam di masjid kampung. Ya, Tidak ada rasa malu sedikit pun. Justru saya merasa nyaman dan senang sekali. Entahlah, ada orang yang mengejek saya atau tidak waktu itu. Saya tidak begitu ingat.!

Begitu pula pada waktu masuk TK, saya paling nggak mau memakai rok, dulu saya memakai rok kathok (celana pendek yang lebar) sampai kurang lebih setengah tahunan.  Ibu Guru TK yang setiap hari menjemput dengan sepeda motor Yamaha Merah tahun 70'an yang berbunyi "preketek...preketek...preketek..." melewati jalan yang masih tertata batu putih tanpa aspal, menyampaikan kepada ibu saya, nyuwun tulung mbak Sita menika didamelke rok". Hahahaa, dan ibu saya pun menjahitkan rok untuk saya. Sehingga mulai saat itu saya memakai rok ketika ke sekolah, meskipun di dalamnya tetap ada celana pendek. Hahahaaa..... Iya, itu juga betul.!

Masalah pergaulan pun juga demikian, dari mulai TK hingga sekarang, teman saya banyak yang laki-laki. Memakai celana yang banyak tembel-tembel saku, sandal gunung, sepatu ket, bahkan tas pun juga demikian. Berbagai jenis permainan, seperti kasti, sepakbola, dolanan kelereng, gambar, sekongan, gobag sodor, jet-jetan, hong-hongan, bahkan sampai main kartu (tapi tidak judi lhooo), saya jagonya. Pelari kuat, pelari cepat, pemikir handal, dan gak mau kalah. Itulah prinsip saya ketika bermain. Intinya, saya tidak ada feminimnya sama sekali. Padahal ibu saya selalu menyuruh saya untuk “pupuran”/bedakan biar wajahnya gak kusut, tapi saya selalu menolaknya. Haaahaaa... Ini juga nyata.!

Jadi bagaimanapun juga saya mau cerita bukan tentang hati, tapi ini masalah harga diri. Lalu apa hubungannya dengan harga diri saya? Begini penjelasannya saudara-saudara, harga diri saya itu merasa ditampar-tampar ketika wajah saya terpopoki oleh bedak. Mengapa demikian? Karena dari kecil sampai sekarang merasa ngapain toh dandan segala? Tidak ada istimewanya berdandan, untuk apa? untuk menarik perhatian cowok/lawan jenis? Eih, enak saja, kalian pikir semua manusia itu pelacur yang harus berdandan untuk menarik lawan jenis? Tentu tidak to..?? Itulah sebabnya yang sampai sekarang saya pikirkan. Saya tidak ada keinginan sama sekali untuk menarik lawan jenis agar jatuh hati pada saya. Saya hanya berpikir dan berusaha bagaimana menjadi orang baik dan menjadi yang terbaik. Itu saja. Sungguh, hanya itu yang saya pikirkan. Untuk masalah hati semua adalah kehendak yang Maha Kuasa, akan ditakdirkan dengan siapa saya nanti.

Dan, mungkin wanita pertama yang dipaksa untuk didandani adalah saya. Kejutan istimewa terjadi, ketika tanggal 26 September 2012. Mereka semua, teman-teman saya di laboratorium yang mayoritas terdiri atas anak laki-laki itu memaksa saya untuk berdandan. Tidak kurang-kurangnya seorang dosen yang juga bos saya di berbagai macam proyek itu sebagai penggagasnya. Usaha, perlawanan, menggeliat dan menendang trus saya lakukan, untuk menghindari hal-hal yang seharusnya tidak saya tampilkan. Tapi apa yang terjadi, kejadian yang begitu cepat. Mereka memoles muka saya yang mengkilat menjadi nge-pink merona (mirip kayak serigala habis makan darah).


  
Terima kasih pak dosen dan teman2 lab.ekologi atas hadiahnya


Terima kasih teman-teman, atas kejutan dan polesan yang sempat nempel di wajah saya. Tapi sungguh, suatu saat nanti kalian pasti akan tahu bagaimana keindahan itu datang yang terpancar dari dalam diri saya. Bukan karena make up, bukan pula karena kecantikan rupa. Sekali lagi terima kasih banyak, satu hal yang akan selalu saya kenang :)

Harga diri saya tertindas oleh bedak

Dan mulai tertanggal 27 November 2014, harga diri saya mulai tertindas oleh bedak seharga Rp.31.500,00.

Tetapi maaf saudara-saudara, sekali lagi saya bedakan bukan untuk dibeli, dipacari apalagi untuk kesenangan anda. Saya hanya berusaha agar tidak durhaka lagi kepada ibu saya. Hanya itu saja maksud saya. Dan untuk masalah masa depan,ya itu urusan nanti. Hahahaaa.... itu juga betul.!!!

Tidak ada komentar: