Kamis, 13 Mei 2021

Belum Waktunya (Part #2)

Ketika umur masih 22 tahun, prinsip mengenai jodoh muncul di umur 25 tahun. Santai, belum waktunya. 

Selama 3 tahun itu idealisme nampak bahwa urusan  jodoh gampang, nanti nanti juga bisa. Sembari mengagumi orang-orang populer dan keren untuk memuaskan diri meski hanya sekedar memandang tidak menyanding. Menjadi inspirasi untuk menjadikan diri lebih baik. 

Teruslah berjalan waktu, umur bertambah satu tahun... Satu tahun lagi... Bertambah setahun lagi... Dan lagi... Dan barulah terasa di umur 28. Lhoh kok udah 28 aja. Mana jodoh tak nampak didepan mata. Semakin ghoib tak tak ada bayangan. Tak ada impian, dan ada yang memandang. Kosyooooong.... 

Semenjak saat itu, setiap hari hanya memikirkan kematangan diri dan pendamping yang pasti. Seminggu dua minggu, ternyata berbulan-bulan... Sampai akhirnya kini hampir 30. Yang ternyata masih zonk juga. Bukan karena tidak ada. Tapi karena ditunda-tunda. 

PeHaPe tau kan rasanya... Kayak gini ternyata, berkali-kali tidak ada kepastian, karena memang kami tidak saling mengenal dari awal. 

Sudah tau kan, konsep taaruf yang dibilang pacaran setelah menikah, akhirnya terjebak dimanfaatkan sebagai pacar sebelum menikah. Berbulan-bulan ditunda-tunda ternyata tidak ada tanda-tanda. Seperti orang menyia-nyiakan  waktu dan punya banyak waktu untuk bercanda. Padahal umur tidak ada yang tau sampai mana. 

Mau kusebut satu persatu tapi semua tak nyata, jadi percuma. Biar hanya jadi memori saja.  Mungkin karena itu belum waktunya (#part2) 

Senin, 10 Mei 2021

Botol Kosong Terisi

Kali ini, ku coba mengibaratkan diri menjadi sebuah botol kaca bekas minuman yang ditinggalkan oleh peminumnya.

ditepi jalan, Berhari-hari, aku ditinggalkan. Dipisahkan dari kawanan ku dari dalam kulkas.

Para pejalan pun hanya melewatiku,

sesekali aku ditendang

Bahkan sempat menggelinding

Tapi, Masih tetap ditepi jalan

Ku pikir, akan ad yang mengembalikan ke kawanan ku

Tapi hingga berbulan-bulan, tetap saja aku  ditempat

Hingga akhirnya aku kusam

Karena Panas teriknya matahari tak terpayungi

Hingga Hujan begitu derasnya mengisi mulut botol ku..

Dan Kini aku terisi...

Lalu, tiba-tiba ada seorang anak kecil datang membawa sebatang kayu sumpit

Mukanya marah dan memerah

Awalnya aku takut dibanting

Lalu dia Memukul-mukul tubuh rampingku sambil berjongkok

Dan tubuhku berbunyi ting ting suara nyaring

Anak itu pun duduk selonjor, memainkan botol kosong berisi air

Kemudian ank kecil itu berdiri, berjalan lagi selangkah

Dia lihat botol yang lain

Diambilnya dan dipukul botol tersebut

Dia mainkan keduanya dengan irama emosi

Sambil geleng-geleng anak kecil pun tersenyum sambil bernyanyi

Si botol kaca pun tersenyum dan bergembira

Kini dia tak sendiri

Bekas bukan berarti tak berguna

Terdampar bukan berarti tak ad yang menemani

Emosi bukan berarti tak perduli

Karena semua kini menyatu dalam janji

Irama botol kaca bersama satuan emosi

Minggu, 02 Mei 2021

Guru adalah Buruh dunia Pendidikan



Tulisan ini hanyalah tulisan usang seorang guru pada Hari Buruh dan Hari pendidikan nasional

Selamat hari buruh 1 MEI ... 

Selamat hari pendidikan nasional 2 MEI .... 

Guru adalah buruh yang mengabdikan diri dalam dunia pendidikan

Guru adalah buruh yang bergaji lebih rendah dari karyawan pabrik.

Guru harus berpendidikan sarjana, sedangkan buruh selain guru tak harus. 

Guru honorer adalah buruh harian lepas yang tidak ditanggung masa tuanya. 

Guru adalah sosok yang mengabdi untuk negeri demi majunya pendidikan dan kualitas sumber daya manusia

Buruh adalah sosok yang selalu menuntut gajinya agar senantiasa di atas UMK dan UMR

Guru yang satu ini, lagi galau selepas hari buruh menjelang hari pendidikan nasional.

Negeriku dari dulu begini,

"Tut Wuri Handayani"