Kamis, 20 November 2014

Ku Titipkan Pada Mereka

                                                              

Hei mimpi-mimpi saya semakin morat-marit. Dihajar perasaan, digusur oleh usia, dihantui rasa bersalah dan menyesal. Mengapa demikian? Mungkin karena di otak saya hanya ada kamu yang waktu itu benar-benar meninggalkan ku dalam kesendirian. Kamu tega membiarkan saya berjalan sendiri diatas monorel otak yang kian keriting karena kehidupan pendidikan yang bukan menjadi keahlian.

Mimpi-mimpi itu kini terus tergerus, meskipun saya yang bermimpi-mimpi membangun pendidikan untuk pedalaman. Bukan karena terinspirasi oleh Anies Baswedan, ataupun karena Anis si wong Edan. Tapi, semua berawal dari kehendak Hatiku yang Edan.

Sedikit pengantarnya begini saudara-saudara...
Saya mulai memikirkan pendidikan di daerah pedalaman mulai tahun 2009, bertepatan dengan pembuatan Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM). Ide sederhana itu mulai muncul, kurang lebih seminggu sebelum pengumpulan PKM DIKTI bagian Gagasan Tertulis. Ide ngawur nan sederhana muncul mengenai Rumah Pohon sebagai sarana Pendidikan Lingkungan Hidup di DAERAH PEDALAMAN. Dan judul tersebut mulai menjadi inspirasi pertama dalam memunculkan mimpi-mimpi selanjutnya.

Teeet... dan sejak dari situlah, didalam otak saya hanya ada kata "Rumah Pohon", Pendidikan "Lingkungan Hidup", dan "Anak-anak Pedalaman".

Pertama Rumah Pohon...
Hayooo njajal, Kenapa kok Rumah Pohon? Rumah Pohon merupakan sebuah istilah gubug atau pondok atau bangunan yang berbahan dasar utama bagian-bagian pohon, baik berupa kayu, bambu, batang pohon sebagai tiang, atap dari rumbia bisa jadi daun kelapa, bahkan alas dan dinding dari papan. Rumah pohon, sebuah penerapan konsep bangunan sederhana yang ramah lingkungan yang dijadikan sebagai pendekatan dan sarana kegiatan.

Selanjutnya mengenai Pendidikan Lingkungan Hidup...
Melalui pendidikan lingkungan hidup inilah, saya berupaya memberikan pengertian kepada mereka agar dapat menyeimbangkan antara kebutuhan manusia dan lingkungan hidup. Bagaimanapun juga, manusia tetap membutuhkan sumber daya hayati sebagai pemenuh kebutuhan hidup. Namun, sebagai manusia yang diberi akal, maka sudah semestinya mereka juga dapat berpikir bijaksana dalam mengelola sumber daya hayati yang di berikan Tuhan secara gratisan. 
Oleh karena itu, pentingnya pendidikan lingkungan hidup menjadi dasar yang penting sebagai pegangan manusia ketika mengelola dan hidup berdampingan dengan lingkungan. Termasuk, ketika manusia menggunakan pohon sebagai pemenuh kebutuhannya.

Ya Anak Pedalaman, saya jadikan sebagai sasaran utama.!
Saya sangat membayangkan, bahwa anak pedalaman itu tinggal di dalam hutan, terpencil, dan jauh dari pengaruh orang jahat dan rakus. Mereka orang-orang yang polos dan sangat bergantung dengan alam sekitarnya. Maka mulai dari mereka, saya mencoba memberikan pengaruh, agar mereka yang menjadi pemiliki lingkungan sekitarnya mampu mempertahankan keaslian habitat dan alam mereka. Sehingga keberadaan mereka sangat berperan penting dalam penyelamatan kawasan-kawasan yang masih alami. Hak kekuasaan atas tanah mereka merupakan hak penuh milik orang pedalaman, dan bukan atas kekuasaan juragan kelapa sawit, pemborong karet, maupun jugaran tambang. Oleh karena itu, besar sekali harapan saya kepada mereka terhadap kebijakan dalam mengelola dan mempertahankan kekayaan alam atas tanah mereka sendiri.

Kembali kepada mimpi-mimpi yang bertebaran di pedalaman, namun tidak pada kenyataannya. Mereka justru menghampiri saya di sebuah kota pinggiran pesisir yang begitu panas dan tak beradab ini. Mereka yang dari Ambon, Flores, Lembata, Ende, jauh-jauh sekali mereka menimba ilmu menyebrangi lautan berkali-kali. Perjalanan mereka ditapuk ombak berkali-kali. Pastilah saya membayangkan rasa mual di karena lambung saya terkoyak-koyak. Sampai pada akhirnya kalian bertemu dengan kami. Oooohhhh.... alangkah kejamnya kami ini para guru, menunggu kalian yang datang kemari. Seharusnya kami tak pantas sekali melakukan ini.







Lihatlah kalian yang ada di seberang lautan, dibalik angkuhnya gelombang raksana. Kami sampaikan sejuta kabar gembira. Tanda kemenangan bagi manusia-manusia di pedalaman. Melalui mereka, ilmu itu kami sampaikan. Tiada sedikitpun yang kami kurangi. Justru keterbukaan kalian dari tanah nan hijau sana, kalian serukan alam yang serba mewah dan serba kaya raya. Kami hanya punya sedikit teknologi untuk menciptakan manusia-manusia pedalaman yang tangguh dan tak ketinggalan jaman. Melalui berbagai peristiwa, aku sampaikan salam kemajuan untuk anak-anak pedalaman.

Hoey kalian yang ada di seberang lautan yang tak tampak, aku kirimkan Dr. Nur Fitria Tihurua, Prof. Dr. Ardly Abdul Halik Leurima, Dr. Huldi Husadah, Guru Anwar Wenno, Guru Putri Wulandari, Bidan Zaitun, Guru Jainab Tihurua, Gubernur Muhamad Sadi sebagai seruan kebangkitan manusia-manusia di pedalaman.

hai anak pedalaman, ku titipkan pada mereka
Salam Indonesia Jaya!

Sabtu, 15 November 2014

CEMENG di bulan OKTOBER


CEMENG merupakan bahasa krama inggil dari HITAM.

Cemeng? Lalu, apa hubungannya dengan Oktober?

Saya kira bulan Oktober ini bulan paling panas di tahun 2014, sekaligus sebagai bulan kemarau terakhir sebelum tiba waktunya musim hujan. Di bulan ini, saya cukup banyak menghabiskan waktu di luar ruangan. Kegiatan di lapangan, pantai bahkan di gunung merupakan aktifitas mingguan di Bulan Oktober 2014. Tidak kurang-kurangnya di awal Nopember pun masih ditawari untuk menjadi pendamping Kemah Santri di sebuah kebun buah. EKSOTIS, bukan..!!

Mari ikuti cerita saya CEMENG di bulan OKTOBER....

Cemeng part #1

Bermula dari 6-7 Oktober, saya diminta sebagai pendamping kemah anak-anak Madrasah Aliyah dalam Jambore Daerah Hizbul Wathan Kulon Progo.





Lokasi di sebuah tanah yang lapang, tapi bukan lapangan. Hanya saja hendak digunakan sebagai bumi perkemahan. Lokasinya cukup strategis, tidak jauh dari permukiman penduduk. Menarik bagi mereka, tapi membosankan bagi saya. Kegiatan dalam jambore berupa kerja bakti dan bakti sosial. Sungguh.! Uniknya dari kemah ini, selama 3 hari dan setiap hari menu utamanya yaitu daging kurban. 

Ingat, tanggal 6-7 Oktober itu hari Tasyrik

Cemeng part #2

Tanggal 7 Oktober telah diputuskan 3 minggu sebelumnya, bahwa Madrasah Tsanawiyah akan mengadakan studi wisata di Jepara. Jepara yang terpilih..?? What the ___???

Saya sangat ingat betul waktu kuliah praktek biologi perikanan di BPAP Jepara yang hanya terletak di sebelah Pantai Kartini. Panas, emosi, dan ringut benar-benar masih melekat dalam benak saya. Makan yang terlambat, sama persis dengan kejadian kuliah praktek waktu saya masih jadi mahasiswa.

Nah, karena sudah pengalaman cari tempat makan di Pantai Kartini langsung saja saya dan kangmas menuju ke museum kura-kura yang di sebelahnya penuh dengan warung ikan bakar. Ra kakeyan mikir, turun bis langsung menuju ke lokasi makan, pesen kakap bakar dan cumi asem manis. Hihihi :)

Wareg lek....!!!

       

Meskipun sudah makan, tapi kalo yang namanya piknik ke pantai itu ya jelas panas. Jadi saat itu, kemalasan pun terjadi... Berjalan hanya berputar dan duduk-duduk saja di depan museum kura-kura. Ih Wow... di dalam benak saya, Jepara itu pantai utara dan kota panas, puanass temen.!!! Lokasi wisata yang kami datangi selama study tour di Jepara yaitu Pantai Kartini, Pantai Badengan, Museum RA Kartini dan Desa Ukir.

Hoalah... piknik'e ra mboys blas, mergo panassss...!!!

Alhasil, tambah cemeng deh saya seperti ketiga pembalap dari timur..!!!!


Cemeng part #3

Sepulang dari piknik, datanglah surat edaran dari Kabupaten mengenai pengadaan lomba lukis pot. Hari Ahad, saya tidak mengira betul jika saya diminta untuk mendampingi dan ikut menggoreskan cat ke pot. What the ****?

     

Ya, daripada nganggur akhirnya "tak iyani" saja untuk ikut lomba lukis cat bersama anak-anak. Berangkatlah kami pake motor menuju ibukota kabupaten, yang jauhnya sekitar 30 km dari sekolahan. Berangkat dengan konsep matang, tetapi sampai sana rusaklah konsep karena tujuan untuk bersenang-senang. Waktu yang begitu longgar awalnya, menjadi terasa malas karena puanasssnya minta ampun. Kereta api yang lewat pun seolah menjadi hiburan tersendiri bagi kami, karena kebetulan lokasinya berada di dekat rel kereta api. Tidak sia-sia pula kami berkreasi bisa menghasilkan 4 punakawan (semar, petruk, gareng, bagong) dengan hasil petruk dan gareng yang kurang maksimal akibat baterai tablet habiZzzzz..... :'(

Cemeng Part #4

Awalnya, mau ikut gabung kegiatan JBW (Jogja Bird Walk) yang diadakan Pengamat Burung dari Bionic UNY

Tapi berhubung kondisi muara tak kunjung surut, maka diputuskan untuk mengisi materi dulu mengenai "burung" (bawa papan tulis lhoo)....

Setelah materi dianggap cukup, akhirnya dilanjutnya "ceceblon" di delta dan terlihat dari kejauhan ada 2 orang laki-laki yang sedang sibuk menanam mangrove. Rupanya kegiatan tersebut merupakan proyek dari UGM. Berhubung muara belum juga surut dan burung migran pun masih bisa dihitung jari, maka kami membantu bapak2 tadi untuk menanam mangrove. Ya kurang lebih 50 propagul yang telah kami tancapkan di delta Progo.
"Peduli Sungai Progo", teriak salah seorang siswa yang pernah mengikuti pelatihan sanitasi di hotel Jayakarta.

      

      

setelah selesai, kami pun mulai melakukan tujuan utama kami, yaitu pengamatan burung.
anak-anak sangat sibuk rupanya untuk mengenal burung bule (burung migran), mulai dari sketsa, meneropong dengan binokuler 1 yang digunakan untuk rebutan, bahkan sampai mencoba mengidentifikasi



        

karena dirasa cukup untuk pengamatan burung, maka tibalah berjuta pertanyaan "ngapain sih burung bule itu pada datang ke sini?"

oke, dengan saringan cendol dan kelapa (kalo) maka merekapun segera mengambil sampel berupa moluska dan beberapa jenis gastropoda termasuk crustacea yang ditemukan di muara tersebut.
"coba di cek, di balik batu kira-kira ada sesuatunya ndak? soalnya ada tuh yang namanya burung Trinil Pembalik batu dan kebiasaannya balik2 batu trus notol-notol"
akhirnya, karena pengambilan sampel dirasa cukup diputuskan untuk pulang pada pukul 12.00 (biar kayak cinderella gitu...)
diperjalanan pulang, rupanya kami disambut berbagai jenis burung migran yang mencari makan di sawah sepanjang desa Banaran
hati yang udah capek, panas, semilir angin, dan girang pun menemani perjalanan pulang

CEMENG part #4 ...... see you next time