Selasa, 25 Mei 2010

Lanjutkan Konservasi...

Pada hari Rabu, 12 Mei 2010, saya beserta teman-teman saya yang terdiri dari Iska, Rendra dan juga Wenda melakukan survey di sebuah pulau. Pulau yang merupakan tempat terjadi persengketaan antara Surabaya dan Gresik. Anehnya, sama-sama wilayah Jawa Timur, masih juga terjadi persengketaan. Tempat persengketaan ini adalah habitat besar burung air (shorebird). Pulau ini bagaikan surga burung-burung pantai (shorebird). Karena tempat tersebut sangat strategis sebagai tempat pencaharian makan bagi mereka. Pulau ini terdapat di Desa Karang Kering, Kecamatan Kebomas, Gresik. Namanya adalah Pulau Galang.


Gb.1 Gambar ini diambil ketika kami berada dibawah sarang

Awalnya, kami melihat dari Desa Karang Kering, Kebomas. Terlihat sebuah pulau kecil yang ditumbuhi oleh pepohonan berupa mangrove. Pada saat itu, kami hanya dapat memandang pulau tersebut dengan jarak kurang lebih 200 meter. Akibat dari rasa penasaran kami, maka kami kembali bertanya-tanya kepada orang-orang sekitar untuk dapat mencapai pulau tersebut. Dan setelah setengah jam, akhirnya kami dapat menemukan perahu dari Bapak Samsul An’am. Kami berangkat dari Desa Sukoharjo, yang merupakan tempat tinggal Pak An’am pada pukul 14.58 WIB.
Perjalanan menggunakan perahu milik Pak An’am beserta keluarga sungguh menyenangkan. Mereka sangat baik sekali terhadap kami. Bahkan, kami dapat melihat dibalik Pulau tersebut. Menurut saya pulau ini sangat kecil. Setara dengan 5-6 hektar sawah di desa ku. Pulau ini memiliki luas sekitar 750 m2 dengan ditumbuhi oleh berbagai macam mangrove. Perjalanan dari Desa Sukoharjo menuju Pulau Galang diperlukan waktu sekitar 10-15 menit.

Survey dimulai dengan menyusuri muara sungai Lamong dan mengelilingi pulau hanya setengah dari pulau, karena kondisi air sedang surut, sehingga hanya bagian luar pulau saja. Setelah, mengetahui kondisi luar, maka kami mencari jalan masuk untuk sampai dapat memasuki wilayah tersebut. Akhirnya, terbukalah sebuah jalan menuju ke dalam dengan buatan jalan sendiri. Ketika memasuki pulau tersebut, kami disambut oleh si berduri tajam Achantus ilicifolius dan juga Avicennia marina yang sangat melimpah jumlahnya.

Sebelumnya, pada saat kami berada 200 meter di depan pulau tersebut terlihat banyak sekali Egretta sp., Ardeola speciosa, Butorides striatus serta Dupetor flavicollis. Selain itu juga banyak kilatan dari raja udang biru (Alcedo coerulescens). Dengan melihat fenomena semacam itu, kemudian langkah kami terhentak untuk dapat masuk pulau tersebut. Sampai akhirnya tekad kami terwujud, yaitu menapaki Pulau Galang.


Gb.3 Sarang burung yang berada di tengah pulau


Saat menapaki, pulau tersebut awalnya kami ragu dapat masuk sampai tengah pulau. Namun, setelah kami dapat masuk dengan langkah yang pelan sampai akhirnya ke tempat tujuan kami. Tak kami sangka sebelumnya, bahwa kami berada di bawah sarang mereka. Berbagai petunjuk telah kami temukan bahwa pulau ini memang hunian mereka. Banyaknya kotoran, jejak kaki, bulu yang jatuh dan terdapat sarang merupakan suatu petunjuk identifikasi akan keberadaan burung tersebut. Dalam penjelajahan pulau, kami juga menemukan dua ekor bangkai kuntul kecil (Egretta garzetta).



Gb.2 Seekor Bubulcus ibis yang berada di tepi pulau

Akhirnya setelah puas di dalam, kami memutuskan untuk keluar karena hari sudah larut. Pendataan dan survey Pulau Galang ini dilakukan sebanyak dua kali. Hari kedua, saya, Anien, Chaca dan juga Ali. Setelah data dipadukan maka hasil yang kami temukan dalam pulau tersebut adalah Kuntul kerbau (Bubulcus ibis), Kuntul kecil (Egretta garzetta), Blekok sawah (Ardeola speciosa), Kowak malam abu (Nycticorax nycticorax), Bambangan hitam (Dupetor flavicollis), Kowak malam merah ( Nycticorax caledonicus), Raja udang biru (Alcedo coerulescens), Cekakak (Todirhampus sp.), Merbah cerucuk (Pycnonotus guaivier), Kipasan belang (Rhipidura javanica)serta Remetuk laut (Gerygone sulpurea).

Jadi, sebagai orang-orang konservasi maka diharapkan dapat mempertahankan keberadaan Pulau Galang. Karena terlihat begitu jelas bahwa terdapat populasi burung air (shorebird) yang besar serta hutan mangrove yang lebat tersebut. Keanekaragaman serta keindahan pulau ini akan tetap terjaga sampai anak cucu kita.

Minggu, 02 Mei 2010

Hidup ini berliku



Ketika aku menulis, bisa jadi ini merupakan tanda bahwa aku adalah seorang pengecut. Danmungkin akan ku akui hal ini. Dan akupun tidak akan menulis tanpa ada alasan yang jelas. Aku, aku menjadi takut dengan apa yang akan terjadi pada diriku. Sekarang aku menjadi orang yang hidup dalam peralihan. Awal mereka mengenalku, aku dianggap sebagai orang alim karena identitas daerah. Namun, mungkin saat ini semua orang menjadi tercengang, ketika aku kembali menjadi aku. Sekarang aku menjadi orang peralihan, peralihan dari orang alim menjadi orang yang nyebelin.

hidup ini menjadi kesalahan ketika aku memilih untuk dibenci orang. Hidup ini menjadi beban ketika aku sendiri. dan siapa penolongku yang akan selalu ada menjadi ngerti akan diriku. semua tak peduli. Sungguh tak peduli. Aku tau ini air mata merupakan air mata kebodohan. Air mata yang seharusnya tidak aku keluarkan dengan sia-sia.

Jadi, ketika hidup ini menjadi beban maka aku harus jadi bandulnya untuk menjadi penyeimbang. Ya Allah, rasa apa ini..? Seharian ini aku merasa menjadi pahlawan tak pantas dikenang sama sekali. Aku pahlawan yang bodoh, tolol dan terlalu busuk aku bilang. Aku gila,,, gila akan kesepian. Kenapa aku nangis lagi...?