Poin dimasa pandemi Covid 19, telah memberikan banyak pelajaran berharga. Khususnya bagi saya, yang memang dari dulu sudah terlahir sebagai seorang pengabdi. Entah itu takdir, atau memang jalan hidup saya sementara seperti ini. Sebagai manusia saya hanya bisa bersyukur, Alhamdulillah, meskipun terkadang beratnya rasa syukur atas nikmat.
Saya hanya seorang guru honorer, yang sejak tahun 2013 mulai mengenal dunia pendidikan. Karir yang saya pikir waktu itu bisa bagus ternyata jadi pupus. Hal ini terjadi, bukan karena pandemi, tapi ternyata karena faktor diri-sendiri. Semakin dijalani, disyukuri, ternyata beban semakin menjadi-jadi. Baiklah, lalu saya pikir, apakah saya akan terus begini?
Rupanya, jalan pikir saya masih sama. Entah berat meninggalkan apa yang sudah dijalani. Atau memang saya masih peduli ataukah masih merasa mngasihani? Saya sampai saat ini merasa orang yang tak berarti. Bagaimana tidak? Impian yang dibangun dengan begitu tinggi, rasanya tak berarti. Benar-benar tak berarti. Ataukah saya yang membodohi diri sendiri. Tak mau berkembang dengan pasti, atau saya yang masih terlalu peduli.
Mungkin begitulah yang dirasakan seorang pengabdi. Merasa peduli dan tetapi ingin berarti. Tapi sayangnya, semua tak bisa mapan. Karena merasa tinggal di zona nyaman. Akankah ini terus bertahan, atau saya akan meninggalkan. Sampai saat ini, saya tertap tak berarti. Bagaimana tidak? Tahun pertama saya dan tahun akhir-akhir ini yang saya pikirkan ternyata saya seperti tak ada kemajuan. Hasil awal berprofesi, ternyata seperti sekarang ini sama halnya tak berarti. Bukan minta belas kasihan, hanya memberikan pertimbangan, inilah hidupnya seorang dalam pengabdian. jangan pernah menuntut hak karena memang haknya seperti ini.