Karakter
manusia di masa dewasa dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Tingkat kecerdasan
manusia yang berbeda menjadi pembentuk karakter manusia yang berbeda pula.
Namun, anak yang pintar terkadang belum tentu menghasilkan karakter manusia
yang baik. Akan tetapi, manusia yang selalu memperhatikan apa yang diajarkan
dan menerapkan dalam kehidupanlah yang menjadi salah satu pembentuk karakter
manusia yang cerdas. Oleh karena itu, aplikasi ilmu dalam pendidikan perlu
ditekankan agar mampu membentuk manusia-manusia yang cerdas serta berguna bagi
lingkungan di sekitarnya.
Salah
satu komponen yang ada di lingkungan sekitar kita adalah ekosistem. Berbicara
mengenai ekosistem, IPA merupakan mata pelajaran dasar di tingkat SMP/MTs yang
mengenalkan tentang ekosistem. Manusia yang termasuk ke dalam sebuah ekosistem
ini perlu diwaspadai dan dikendalikan. Sehingga, manusia nanti tidak lagi bertindak
sebagai TOP PREDATOR, akan tetapi mampu menjadi KONSERVATOR. Sehingga
kelangsungan hidup semua organisme dapat menciptakan ekosistem yang seimbang.
Pengenalan
komponen-komponen kehidupan merupakan kunci utama yang dapat menjelaskan kepada
manusia bahwa mereka tidak hidup sendiri. Masih ada ratusan juga jenis makhluk
hidup yang hidup disekitar mereka. Mulai dari organisme dengan tingkat paling
rendah hingga tingkat tertinggi, yaitu manusia.
Semua
makhluk hidup saling ketergantungan membentuk suatu ekosistem. Manusia sebagai
makhluk omnivora, tentunya dapat memanfaatkan semua jenis makhluk hidup untuk
memenuhi kebutuhannya. Seringkali manusia memperbanyak kebutuhannya dan
melupakan keseimbangan ekosistem. Pohon-pohon ditebang, untuk membuat bangunan.
eksplorasi hutan secara berlebihan, untuk membangun ladang kelapa sawit.
Kondisi seperti ini dapat menjadi bukti sebuah teori bahwa semakin tinggi
tingkat pertumbuhan populasi manusia, maka semakin meningkat pula tingkat
kebutuhannya. Perilaku manusia yang seperti inilah yang dikhawatirkan menjadi
perusak keseimbangan ekosistem.
Oleh
karena itu, perlu adanya upaya dalam mengendalikan keserakahan manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Baik dalam bentuk pengendalian pertumbuhan
populasi, maupun pengendalian karakter manusia sebagai bagian dari makhluk
hidup. Seperti pada penjelasan di awal, bahwa karakter manusia dapat dibentuk
sejak dini. Sehingga melalui dunia pendidikan tingkat SMP/MTs inilah perlu
ditekankan megenai pendidikan lingkungan hidup. Sarana yang paling praktis
yaitu memulai membentuk karakter dengan penanaman jiwa-jiwa konservasi sejak
dini. Konservasi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu keep, save dan use.
Ketiga konsep inilah yang nantinya menjadi acuan, bagaimana menanamkan
konservasi dalam karakter siswa.
Pada
saat kelas VII semester II, siswa mulai dikenalkan dengan pelajaran Biologi
(ilmu yang mempelajari tentang lingkungan). Sebagai bentuk konkrit, lingkungan
ditunjukkan dengan adanya jenis atau jumlah pohon yang ada di lingkungan
sekolah/madrasah. Bagaimanapun juga, manusia tidak dapat lepas dari manfaat
sebuah pohon. Sehingga dalam hal ini, pohon dikategorikan sebagai komponen
lingkungan yang perlu kita lestarikan.
Selanjutnya,
agar semua siswa dapat berpartisipasi dalam melestarikan lingkungan, khususnya
pohon maka setiap siswa diinstruksikan untuk menjaga dan merawat sebuah pohon
yang ada di rumah masing masing. Namun, agar penilaian terhadap siswa dapat
bersifat adil dan merata, maka pihak sekolah dapat mengatur dan memberikan 1
bibit pohon gratis kepada setiap siswa baru kelas VII. Bibit gratis bisa
diperoleh melalui kerja sama dengan Dinas Kehutanan propinsi masing-masing.
Sebagai
bentuk tanggung jawab (penanawan jiwa konservasi : keep),
maka siswa diinstruksikan untuk menanam bibit pohon tersebut di lahan rumah
masing-masing, atau bisa ditanam di sekolah (bagi yang tidak mempunyai lahan).
Penilaian karakter berupa tanggung jawab ini, dinilai secara berkala dimana
siswa dapat merawat dan menjaga bibit tersebut agar tetap tumbuh. Namun, apabila
bibit tersebut mati sebagai bentuk tanggung jawab dan rasa cinta terhadap
lingkungan maka sudah seharusnya siswa menggantinya dengan bibit baru (menanam
kembali).
Proses-proses
yang terjadi selama masa perawatan dapat digunakan untuk memunculkan rasa ingin
tahu. Analisa yang dilihat dari berbagai macam proses yang ditunjukkan oleh
tumbuhan dapat menggali pemikiran siswa untuk berfikir kritis. Selain itu, agar
siswa dapat mengetahui keragaman makhluk hidup, maka jenis bibit yang diberikan
kepada siswa sebaiknya jenisnya berbeda antara satu siswa dengan siswa yang
lain. Selain, dapat memberikan pemahaman dan dapat menghargai keragaman, siswa
juga dapat bekerja sama untuk saling berbagi informasi antara satu jenis
tumbuhan dan tumbuhan lain.
Pelajaran
Biologi dilanjutkan kelas VIII semester I, yang berarti pendidikan lingkungan
masih dapat dilanjutkan. Agar siswa dapat memiliki rasa cinta terhadap pohon
yang ditanam, maka teruslah guru menjadi faktor pengontrol kelangsungan hidup
pohon tersebut agar menjadi pohon dewasa yang mampu memberikan jutaan kehidupan
bagi organisme disekitarnya. Salah satu tips, agar siswa benar-benar berharap
bahwa pohon yang ditanam akan memberikan kontribusi besar terhadap organisme
khususnya bagi yang menanam, maka pilihlah tumbuhan yang dapat memikat
polinator dan merupakan tanaman berbuah, seperti pohon mangga, pohon kersen,
pohon jambu dan lain sebagainya.
Pohon
yang berbuah akan memberikan keuntungan bagi manusia (menerapkan konsep
konservasi : use). Rasa ingin tahu juga dapat terjadi ketika masa penyerbukan,
perkembangan bunga, dan pembesaran buah. Jika buah sudah matang, maka tiba
saatnya siswa dapat berebut untuk panen buah bersama kelelawar atau burung.
Setidaknya pada waktu kelas IX, siswa juga akan bertemu mata pelajaran biologi
kembali di semester I. Sehingga keberlanjutan program dapat dilaksanakan dan
dikontrol dengan baik. Dengan demikian, melalui metode pembelajaran ini siswa
dapat betul-betul menjadi agen konservasi muda, setidaknya mereka dapat
berperan selama 1-2 tahun selama sekolah di tingkat SMP/MTs.
Bertindak
sebagai agen konservasi tidak sulit, namun juga tidak semudah yang diucapkan.
Perlu berbagai pemikiran praktis agar metode atau langkah yang dilakukan tidak
sia-sia begitu saja. Aplikasi atau metode penerapan ilmu, jauh lebih baik dan
efektif dibandingkan dengan metode ceramah 2-3 jam pelajaran. Teori itu
penting, karena kita juga membutuhkan dasar untuk bertindak (how to do),
sebagaimana orang muslim yang mempunyai pedoman Al Qur'an dan Hadits untuk selalu
berbuat kebaikan. Akan tetapi, penerapan
teori/ilmu lebih diutamakan, karena bagaimanapun juga sebuah aksi akan
memberikan jutaan manfaat bagi lingkungan sekitar kita.