Kamis, 21 Juni 2012

Bagaimana Nasib Mereka Selanjutnya


Pada tanggal 17 September 2011, ITS Surabaya mengadakan acara Gugur Gunung merupakan istilah dalam bahasa Jawa yang berarti Kerja Bakti. Gugur gunung diselerenggarakan untuk mengukuhkan kampus ITS Surabaya sebagai daerah yang berbasis eco-campus. Dimana kegiatan yang dilakukan berlangsung dari mulai pukul 06.30-11.00 WIB. Acara Gugur gunung dibuka langsung oleh rektor baru, yaitu bapak Triyogi dan dihadiri oleh Walikota Surabaya, Risma. Acara ini terselenggara bekerja sama dengan BANK BNI 46, BANK MANDIRI, serta Agro puspa.
Berita mengenai burung ini perlu untuk diinformasikan kembali semua kalangan. Karena pada acara Gugur Gunung dilakukan dengan melepaskan burung dan juga penanaman pohon. Pada awalnya pelepasan secara simbolis akan dilakukan dengan melepaskan burung Gelatik Jawa, Bondol Haji dan juga Dederuk Jawa. Akan tetapi, beberapa saat kemudian perwakilan dari setiap jurusan maupun fakultas mengirimkan burung masing masing sehingga burung yang dilepaskan berjumlah sekitar 190 ekor.
Sebagian besar yang dilepaskan merupakan burung yang diduga mampu hidup di daerah ini. Akan tetapi ada beberapa burung yang belum pernah ditemukan di ITS. Burung-burung tersebut adalah Gelatik Jawa (Padda oryzivora) dan Pipit Melayu (Serinus estherae). Dengan demikian, dari peristiwa ini menjadikan sebuah pertanyaan, bagaimana nasib burung-burung yang memang tidak cocok tinggal di habitat yang ada di ITS ini. Karena pada awalnya memang, pelepasan burung adalah untuk menambah jumlah populasi yang ada di ITS, bukan untuk menambah keanekaragaman.
Setelah beberapa kali pengamatan yang dilakukan oleh KSBL Pecuk, pada hasilnya diketahui untuk jumlah Bondol Haji terlihat populasinya semakin banyak. Begitu juga untuk Dederuk Jawa, sebelum acara Gugur Gunung burung ini jarang terlihat. Sekitar 2-3 bulan setelah acara Gugur Gunung 1 frekuensi dari Dederuk Jawa masih bisa dijumpai antara 3-4 ekor. Akan tetapi setelah 5 bulan sangat jarang bahkan hampir tidak pernah ditemui Dederuk Jawa lagi di ITS. Berbeda nasib dengan Gelatik Jawa yang memiliki warna bulu indah ini ternyata sudah tidak pernah ditemukan lagi. Berdasarkan hasil pengamatan, burung ini hanya terlihat sampai 2 minggu setelah Gugur Gunung 1, itupun hanya berjumlah 1 ekor. Padahal untuk Gelatik Jawa dilepaskan sebanyak 22 ekor dan itupun berpasangan. 
Hilangnya spesies burung ini terjadi karena adanya beberapa faktor. Faktor yang mungkin terjadi diantaranya adalah tidak cocoknya habitat di ITS sehingga burung tersebut kemungkinan besar mati atau keluar dari kawasan di ITS Surabaya dan mencari habitat yang lain. Selain itu faktor ekonomi manusia juga menjadi pengaruh besar di kawasan terbuka kampus ITS. Meskipun larangan penembakan burung di ITS telah di pasang, namun keinginan manusia untuk menangkap burung masih merajalela. Sehingga terjadi penangkapan burung oleh masyarakat luar kampus. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian serta monitoring lebih lanjut mengenai kondisi burung di ITS. Selain itu juga dibutuhkan keterlibatan semua civitas akamedik untuk bersama-sama melestarikan dan menjaga komposisi ekosistem di ITS.
Sebenarnya terdapat dua kemungkinan dari kegiatan pelepasan burung di suatu wilayah, yaitu mengurangi jumlah populasi atau bahkan memperbanyak populasinya. Dari monitoring yang dilakukan KSBL Pecuk ditemukan bahwa hasil pelepasan burung lebih condong pada kemungkinan pertama, yaitu mengurangi populasi burung yang dilepaskan atau yang terjadi adalah pembunuhan burung secara massal. Dampak negatif pelepasan burung tidak hanya itu, jika terjadi pertambahan populasi berlebih juga akan mengakibatkan masalah penting bagi ITS. Kampus lain sudah pernah mengalami over populasi burung air seperti yang terjadi pada kampus ITB dan UGM. Dimana Kowak Malam Abu (Nycticorax nycticorax) yang bersarang sepanjang jalan Ganesha sering buang kotoran di atas mobil-mobil yang melintas. Selain itu, Cangak Merah (Ardea purpurea) yang banyak bersarang di kampus kehutanan UGM juga menarik perhatian Sultan HB untuk memberikan teguran bagi kampus UGM untuk mengontrol pertumbuhannya. Jadi lebih baik jika tidak dilakukan pelepasan burung, karena akan lebih condong terjadi pembunuhan masal terhadap burung karena tidak dapat mempertahankan dilingkungannya yang baru. Sehingga menjaga habitat aslinya lebih mulia dilakukan karena secara langsung menjaga komponen ekosistem yang sudah ada yaitu kita dan mereka.