Hei mimpi-mimpi saya semakin morat-marit. Dihajar perasaan, digusur oleh usia, dihantui rasa bersalah dan menyesal. Mengapa demikian? Mungkin karena di otak saya hanya ada kamu yang waktu itu benar-benar meninggalkan ku dalam kesendirian. Kamu tega membiarkan saya berjalan sendiri diatas monorel otak yang kian keriting karena kehidupan pendidikan yang bukan menjadi keahlian.
Mimpi-mimpi itu kini terus tergerus, meskipun saya yang bermimpi-mimpi membangun pendidikan untuk pedalaman. Bukan karena terinspirasi oleh Anies Baswedan, ataupun karena Anis si wong Edan. Tapi, semua berawal dari kehendak Hatiku yang Edan.
Sedikit pengantarnya begini saudara-saudara...
Saya mulai memikirkan pendidikan di daerah pedalaman mulai tahun 2009, bertepatan dengan pembuatan Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM). Ide sederhana itu mulai muncul, kurang lebih seminggu sebelum pengumpulan PKM DIKTI bagian Gagasan Tertulis. Ide ngawur nan sederhana muncul mengenai Rumah Pohon sebagai sarana Pendidikan Lingkungan Hidup di DAERAH PEDALAMAN. Dan judul tersebut mulai menjadi inspirasi pertama dalam memunculkan mimpi-mimpi selanjutnya.
Teeet... dan sejak dari situlah, didalam otak saya hanya ada kata "Rumah Pohon", Pendidikan "Lingkungan Hidup", dan "Anak-anak Pedalaman".
Pertama Rumah Pohon...
Hayooo njajal, Kenapa kok Rumah Pohon? Rumah Pohon merupakan sebuah istilah gubug atau pondok atau bangunan yang berbahan dasar utama bagian-bagian pohon, baik berupa kayu, bambu, batang pohon sebagai tiang, atap dari rumbia bisa jadi daun kelapa, bahkan alas dan dinding dari papan. Rumah pohon, sebuah penerapan konsep bangunan sederhana yang ramah lingkungan yang dijadikan sebagai pendekatan dan sarana kegiatan.
Selanjutnya mengenai Pendidikan Lingkungan Hidup...
Melalui pendidikan lingkungan hidup inilah, saya berupaya memberikan pengertian kepada mereka agar dapat menyeimbangkan antara kebutuhan manusia dan lingkungan hidup. Bagaimanapun juga, manusia tetap membutuhkan sumber daya hayati sebagai pemenuh kebutuhan hidup. Namun, sebagai manusia yang diberi akal, maka sudah semestinya mereka juga dapat berpikir bijaksana dalam mengelola sumber daya hayati yang di berikan Tuhan secara gratisan.
Oleh karena itu, pentingnya pendidikan lingkungan hidup menjadi dasar yang penting sebagai pegangan manusia ketika mengelola dan hidup berdampingan dengan lingkungan. Termasuk, ketika manusia menggunakan pohon sebagai pemenuh kebutuhannya.
Ya Anak Pedalaman, saya jadikan sebagai sasaran utama.!
Saya sangat membayangkan, bahwa anak pedalaman itu tinggal di dalam hutan, terpencil, dan jauh dari pengaruh orang jahat dan rakus. Mereka orang-orang yang polos dan sangat bergantung dengan alam sekitarnya. Maka mulai dari mereka, saya mencoba memberikan pengaruh, agar mereka yang menjadi pemiliki lingkungan sekitarnya mampu mempertahankan keaslian habitat dan alam mereka. Sehingga keberadaan mereka sangat berperan penting dalam penyelamatan kawasan-kawasan yang masih alami. Hak kekuasaan atas tanah mereka merupakan hak penuh milik orang pedalaman, dan bukan atas kekuasaan juragan kelapa sawit, pemborong karet, maupun jugaran tambang. Oleh karena itu, besar sekali harapan saya kepada mereka terhadap kebijakan dalam mengelola dan mempertahankan kekayaan alam atas tanah mereka sendiri.
Kembali kepada mimpi-mimpi yang bertebaran di pedalaman, namun tidak pada kenyataannya. Mereka justru menghampiri saya di sebuah kota pinggiran pesisir yang begitu panas dan tak beradab ini. Mereka yang dari Ambon, Flores, Lembata, Ende, jauh-jauh sekali mereka menimba ilmu menyebrangi lautan berkali-kali. Perjalanan mereka ditapuk ombak berkali-kali. Pastilah saya membayangkan rasa mual di karena lambung saya terkoyak-koyak. Sampai pada akhirnya kalian bertemu dengan kami. Oooohhhh.... alangkah kejamnya kami ini para guru, menunggu kalian yang datang kemari. Seharusnya kami tak pantas sekali melakukan ini.
Lihatlah kalian yang ada di seberang lautan, dibalik angkuhnya gelombang raksana. Kami sampaikan sejuta kabar gembira. Tanda kemenangan bagi manusia-manusia di pedalaman. Melalui mereka, ilmu itu kami sampaikan. Tiada sedikitpun yang kami kurangi. Justru keterbukaan kalian dari tanah nan hijau sana, kalian serukan alam yang serba mewah dan serba kaya raya. Kami hanya punya sedikit teknologi untuk menciptakan manusia-manusia pedalaman yang tangguh dan tak ketinggalan jaman. Melalui berbagai peristiwa, aku sampaikan salam kemajuan untuk anak-anak pedalaman.
Hoey kalian yang ada di seberang lautan yang tak tampak, aku kirimkan Dr. Nur Fitria Tihurua, Prof. Dr. Ardly Abdul Halik Leurima, Dr. Huldi Husadah, Guru Anwar Wenno, Guru Putri Wulandari, Bidan Zaitun, Guru Jainab Tihurua, Gubernur Muhamad Sadi sebagai seruan kebangkitan manusia-manusia di pedalaman.
hai anak pedalaman, ku titipkan pada mereka
Salam Indonesia Jaya!