Pada tanggal 17 September 2011, ITS Surabaya
mengadakan acara Gugur Gunung
merupakan istilah dalam bahasa Jawa yang berarti Kerja Bakti. Gugur gunung
diselerenggarakan untuk mengukuhkan kampus ITS Surabaya sebagai daerah yang
berbasis eco-campus. Dimana kegiatan yang dilakukan berlangsung dari mulai
pukul 06.30-11.00 WIB. Acara Gugur gunung dibuka langsung oleh rektor baru,
yaitu bapak Triyogi dan dihadiri oleh Walikota Surabaya, Risma. Acara ini
terselenggara bekerja sama dengan BANK BNI 46, BANK MANDIRI, serta Agro puspa.
Berita mengenai burung ini perlu untuk
diinformasikan kembali semua kalangan. Karena pada acara Gugur Gunung dilakukan
dengan melepaskan burung dan juga penanaman pohon. Pada awalnya pelepasan
secara simbolis akan dilakukan dengan melepaskan burung Gelatik Jawa, Bondol
Haji dan juga Dederuk Jawa. Akan tetapi, beberapa saat kemudian perwakilan dari
setiap jurusan maupun fakultas mengirimkan burung masing masing sehingga burung
yang dilepaskan berjumlah sekitar 190 ekor.
Sebagian besar yang dilepaskan merupakan
burung yang diduga mampu hidup di daerah ini. Akan tetapi ada beberapa burung
yang belum pernah ditemukan di ITS. Burung-burung tersebut adalah Gelatik Jawa
(Padda oryzivora) dan Pipit Melayu (Serinus estherae). Dengan demikian, dari
peristiwa ini menjadikan sebuah pertanyaan, bagaimana nasib burung-burung yang
memang tidak cocok tinggal di habitat yang ada di ITS ini. Karena pada awalnya
memang, pelepasan burung adalah untuk menambah jumlah populasi yang ada di ITS,
bukan untuk menambah keanekaragaman.
Setelah beberapa kali pengamatan yang dilakukan
oleh KSBL Pecuk, pada hasilnya diketahui untuk jumlah Bondol Haji terlihat
populasinya semakin banyak. Begitu juga untuk Dederuk Jawa, sebelum acara Gugur
Gunung burung ini jarang terlihat. Sekitar 2-3 bulan setelah acara Gugur Gunung
1 frekuensi dari Dederuk Jawa masih bisa dijumpai antara 3-4 ekor. Akan tetapi
setelah 5 bulan sangat jarang bahkan hampir tidak pernah ditemui Dederuk Jawa
lagi di ITS. Berbeda nasib dengan Gelatik Jawa yang memiliki warna bulu indah
ini ternyata sudah tidak pernah ditemukan lagi. Berdasarkan hasil pengamatan,
burung ini hanya terlihat sampai 2 minggu setelah Gugur Gunung 1, itupun hanya
berjumlah 1 ekor. Padahal untuk Gelatik Jawa dilepaskan sebanyak 22 ekor dan
itupun berpasangan.
Hilangnya spesies burung ini terjadi karena
adanya beberapa faktor. Faktor yang mungkin terjadi diantaranya adalah tidak
cocoknya habitat di ITS sehingga burung tersebut kemungkinan besar mati atau
keluar dari kawasan di ITS Surabaya dan mencari habitat yang lain. Selain itu
faktor ekonomi manusia juga menjadi pengaruh besar di kawasan terbuka kampus
ITS. Meskipun larangan penembakan burung di ITS telah di pasang, namun
keinginan manusia untuk menangkap burung masih merajalela. Sehingga terjadi
penangkapan burung oleh masyarakat luar kampus. Oleh karena itu, perlu adanya
penelitian serta monitoring lebih lanjut mengenai kondisi burung di ITS. Selain
itu juga dibutuhkan keterlibatan semua civitas akamedik untuk bersama-sama
melestarikan dan menjaga komposisi ekosistem di ITS.
Sebenarnya terdapat dua kemungkinan dari
kegiatan pelepasan burung di suatu wilayah, yaitu mengurangi jumlah populasi
atau bahkan memperbanyak populasinya. Dari monitoring yang dilakukan KSBL Pecuk
ditemukan bahwa hasil pelepasan burung lebih condong pada kemungkinan pertama,
yaitu mengurangi populasi burung yang dilepaskan atau yang terjadi adalah
pembunuhan burung secara massal. Dampak negatif pelepasan burung tidak hanya
itu, jika terjadi pertambahan populasi berlebih juga akan mengakibatkan masalah
penting bagi ITS. Kampus lain sudah pernah mengalami over populasi burung air
seperti yang terjadi pada kampus ITB dan UGM. Dimana Kowak Malam Abu (Nycticorax nycticorax) yang bersarang
sepanjang jalan Ganesha sering buang kotoran di atas mobil-mobil yang melintas.
Selain itu, Cangak Merah (Ardea purpurea)
yang banyak bersarang di kampus kehutanan UGM juga menarik perhatian Sultan HB
untuk memberikan teguran bagi kampus UGM untuk mengontrol pertumbuhannya. Jadi
lebih baik jika tidak dilakukan pelepasan burung, karena akan lebih condong
terjadi pembunuhan masal terhadap burung karena tidak dapat mempertahankan
dilingkungannya yang baru. Sehingga menjaga habitat aslinya lebih mulia
dilakukan karena secara langsung menjaga komponen ekosistem yang sudah ada yaitu
kita dan mereka.